Matakanan.com - Di tengah gegap gempita dunia modern yang serba cepat dan serba instan, We Wok De Tok Community justru hadir sebagai ruang untuk melambat, merenung, dan merayakan langkah.
Komunitas jalan kaki ini diprakarsai oleh Man Jasad—vokalis band cadas Jasad dan pentolan Karinding Attack—sebagai bentuk kesadaran akan pentingnya kembali ke dasar: berjalan kaki, bukan hanya untuk kesehatan tubuh, tapi juga untuk menjalin ulang koneksi dengan sesama, alam, dan jejak budaya.
“Berjalan itu warisan karuhun. Bukan cuma soal kebugaran, tapi soal menghormati langkah-langkah mereka yang pernah ada sebelum kita,” ujar Man.
Kegiatan komunitas ini sederhana: jalan kaki bersama, kadang hanya keliling kota, kadang menyusuri jalur perkampungan atau daerah wisata, dan sesekali mengunjungi tempat-tempat bersejarah seperti kawasan Batu Lempar di dekat Makam Sunan Rohmat Suci, Godog, Garut. Tidak selalu rute khusus. Tidak ada target jarak. Yang penting: berjalan, berbincang, dan saling menyapa.
“Kita nggak harus jalan ke tempat yang 'berat'. Kadang cukup jalan ke gang sebelah, tapi sambil ngobrol dan ketawa bareng, itu udah menyembuhkan,” ujar Husni, founder Jellybox Reeftank, yang mengaku sering ikut berjalan sambil mencari inspirasi untuk desain akuarium lautnya.
Komunitas ini terbuka bagi siapa saja. Tak peduli usia, profesi, atau latar belakang. Salah satu anggotanya, Asep Sanjay, seniman dan penggerak budaya, menyebut bahwa We Wok De Tok jadi wadah untuk memadukan gaya hidup sehat dan kesadaran budaya.
“Ini bukan cuma jalan kaki, ini jalan pulang ke akar. Kita sering lupa jalan pulang, dan komunitas ini jadi pengingatnya,” ujarnya.
Emoh Tutab, karyawan swasta sekaligus musisi, menambahkan bahwa jalan kaki juga cara paling jujur untuk melihat sekitar secara utuh. “Pas kita jalan, kita lihat sampah, lihat ketimpangan, lihat keindahan juga. Jalan bikin kita jujur,” katanya.
Bagi Yusep, seorang pengusaha bahan makanan pokok, berjalan kaki membuka ruang untuk menyegarkan pikiran. “Pas jalan kaki, ide-ide sering muncul. Beda sama pas kita di motor atau mobil. Langkah kaki itu ternyata nyambung ke otak,” ucapnya.
Ada pula Robby, ASN di rumah sakit pemerintah di Garut. “Biar anak-anak muda nggak terus-terusan nongkrong di kafe atau sibuk main ponsel. Jalan bareng itu lebih keren, lebih nempel,” katanya antusias.
“Kadang kita capek kerja, stres sama rutinitas. Jalan sama komunitas ini tuh healing murah tapi efeknya luar biasa. Seringnya kita malah pulang bawa semangat baru,” tutur Bayu Carrera, pekerja kreatif yang rutin ikut sejak awal komunitas terbentuk.
Sementara Bono, yang dikenal sebagai vokalis band punk TUTAB, menjadikan kegiatan ini sebagai ladang inspirasi visual. “Buat saya, jalan kaki itu bukan cuma olahraga, tapi juga cara merangkai cerita dalam bentuk gambar. Banyak ekspresi, banyak warna di jalan,” ungkapnya.
Nama We Wok De Tok sendiri berasal dari pelafalan fonetik "we walk the talk"—kami berjalan sambil berbicara. Bukan sekadar slogan, tapi praktik sehari-hari. Di komunitas ini, berjalan bukan hanya soal bergerak, tapi juga soal mendengarkan tubuh, mendengar cerita, dan merawat relasi.
EnJoy Tutab, salah satu anggota aktif dan ikon komunitas ini, dikenal dengan tagline khasnya: “Jalan Sehat Bersama Joykowi.” Menurut EnJoy, langkah kecil yang konsisten bisa jadi revolusi gaya hidup.
“Kadang kita mikir olahraga tuh harus di gym, pakai alat, atau mahal. Padahal jalan kaki bareng teman-teman, sambil ketawa dan cerita, itu udah cukup buat jaga jiwa dan raga,” ucap EnJoy, tersenyum.
Kini, We Wok De Tok bukan sekadar komunitas. Ia menjelma menjadi gerakan kecil tapi berarti. Sebuah ajakan untuk kembali merayakan tubuh, ruang, dan hubungan antarmanusia.
Dan seperti yang selalu mereka serukan:
“Jalan sehat, jalan bareng, jalan dengan cerita—jalan sehat bersama Joykowi!”. (*)
0 Komentar :
Belum ada komentar.