Matakanan.com - Erich von Däniken adalah sosok fenomenal sekaligus kontroversial dalam dunia pseudosejarah. Lahir di Zofingen, Swiss, pada 1935, ia dikenal luas setelah menerbitkan bukunya Chariots of the Gods? pada 1968.
Buku tersebut meledak secara global, mempopulerkan gagasan bahwa banyak pencapaian luar biasa peradaban kuno—seperti piramida Mesir, patung Moai di Pulau Paskah, atau jalur Nazca di Peru—tidak mungkin dibuat tanpa bantuan teknologi tinggi dari makhluk luar angkasa. Dari sanalah lahir istilah “ancient astronauts” yang melekat erat dengan nama Däniken.
Salah satu klaim paling menggelitik dari Däniken adalah bahwa kecerdasan manusia (Homo sapiens) bukan sepenuhnya hasil evolusi biologis, melainkan semacam hasil rekayasa genetik atau "pencangkokan" dari makhluk cerdas yang datang dari luar bumi.
Menurutnya, makhluk ini bukan sekadar pengamat, tapi aktif memengaruhi dan membentuk peradaban manusia.
Bagi Däniken, peningkatan mendadak dalam kemampuan kognitif manusia purba adalah bukti keterlibatan entitas luar tersebut.
Klaim seperti ini tentu saja menimbulkan kontroversi besar. Dari sudut pandang ilmiah, gagasan Däniken tidak mendapat dukungan. Ilmu antropologi, arkeologi, dan genetika telah menjelaskan bahwa evolusi manusia adalah proses panjang yang berlangsung selama jutaan tahun melalui seleksi alam.
Peningkatan kapasitas otak, kemampuan berbahasa, dan penciptaan budaya adalah hasil dari adaptasi lingkungan dan perkembangan sosial, bukan karena intervensi luar angkasa.
Selain itu, bukti yang digunakan Däniken kerap dipelintir atau ditafsirkan secara longgar, bahkan keliru.
Banyak pakar menyebutnya sebagai spekulatif, tidak falsifiable, dan sering mengabaikan konteks historis serta bukti nyata dari kebudayaan manusia purba.
Meski begitu, tak bisa dipungkiri bahwa ide-idenya menggugah imajinasi publik. Dalam ranah budaya populer, gagasan Däniken justru memberi pengaruh besar.
Ia menginspirasi film, serial TV, hingga novel fiksi ilmiah yang menjelajahi tema kuno-modern, alien, dan misteri peradaban masa lalu.
Gagasannya membuka ruang berpikir alternatif, mengajak pembaca untuk mempertanyakan kembali narasi besar sejarah—meski tentu harus tetap dengan nalar kritis.
Dari sisi filosofis, teori Däniken juga memancing diskusi menarik soal asal-usul manusia, batas pengetahuan kita, dan kemungkinan eksistensi makhluk cerdas lain di alam semesta.
Apakah benar kita sendirian? Apakah peradaban kita benar-benar orisinal atau bagian dari skenario kosmik yang lebih besar?
Pertanyaan-pertanyaan ini, walau tak dijawab dengan bukti sahih oleh Däniken, tetap relevan dalam pencarian makna manusia di tengah semesta yang luas dan misterius.
Kesimpulannya, Erich von Däniken bukan ilmuwan, tetapi penjelajah gagasan. Karyanya bukan buku sains, melainkan narasi spekulatif yang lebih dekat ke mitos modern atau filsafat fiksi.
Klaimnya tidak bisa dijadikan pijakan untuk memahami sejarah manusia secara ilmiah.
Namun dalam dunia ide, ia berkontribusi sebagai pemantik rasa ingin tahu—yang jika disikapi bijak, justru bisa memperkaya cara kita menelaah masa lalu dan masa depan manusia. (*)
0 Komentar :
Belum ada komentar.